Sambo Dan Judi
Sebuah Kebiasan Lama?
Sepertinya aman untuk diasumsikan bahwa sejak kita lahir kita sudah diajari orang tua dan lingkungan sekitar bahwa judi adalah praktik yang sangat tidak terpuji dan harus dihindari. Tentunya, ada percampuran antara nilai dan norma sosial, serta pengaruh agama dalam penciptaan stigma yang seperti itu.
Namun, persoalan kebiasaan judi dalam masyarakat tampaknya berusia lebih tua dari terbentuknya negara Indonesia itu sendiri.
Sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang berjudul Pararaton, dari abad ke-13 mampu menjadi testimoni bahwa kebiasaan berjudi adalah sesuatu yang sudah terjadi sejak ratusan tahun di Nusantara. Dalam naskah tersebut, dikisahkan bahwa Ken Arok, pendiri Dinasti Rajasa, awalnya menjalani kehidupan yang penuh dengan lika-liku perjudian.
Selain kisah Ken Arok dalam Pararaton, kisah tentang perjudian di masa kuno juga diceritakan melalui cerita Mahabharata melalui relief Parthayajna di dinding-dinding Candi Jago di daerah Malang. Relief-relief tersebut menceritakan perjudian besar antara Duryodana dari Kurawa dan Yudhistira, yang mewakili Pandawa. Cerita tersebut diduga berasal dari abad ke-13 awal.
Menariknya, cerita-cerita judi dalam masa Jawa kuno seperti di atas membuat para arkeolog berpandangan bahwa judi adalah sesuatu yang lumrah dan bahkan dibolehkan oleh pemerintah kerajaan-kerajaan kuno Indonesia.
Namun, normalisasi judi tidak berhenti di masa kuno. Indonesia pun ketika zaman Orde Baru sebetulnya “melumrahkan” aktivitas perjudian.
Melansir dari Tirto, pada tahun 1979, pemerintah sempat mengeluarkan Tanda Sumbangan Sosial Berhadiah (TSSB) yang dijalankan oleh Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS). Program tersebut dijalankan dengan menjual kartu-kartu sumbangan seharga Rp200. Setelah itu, pembelinya akan memilih nomor undian. Jika beruntung, nomor yang didapatkannya bisa ditukar untuk mendapat uang yang jauh lebih besar. Bahkan, ada kemungkinan bisa menjadi puluhan juta.Tidak hanya TSSB, pemerintah Orde Baru juga pernah menerbitkan Kupon Berhadiah Porkas Sepakbola (KPBS) pada Desember 1985. Dengan klaim untuk “sumbangan”, KPBS dijual ke publik untuk mengisi prediksi mereka tentang tim sepakbola Indonesia mana yang akan menang, kalah, atau seri, dalam suatu pertandingan. Dan layaknya TSSB, jika kita bisa menebak secara benar, maka akan ada hadiah uang jutaan rupiah.
Dari hal-hal tersebut, kita bisa asumsikan bahwa judi di Indonesia, dalam waktu yang sangat lama, sebetulnya dipandang sebagai sesuatu yang wajar. Bahkan, bisa katakan judi mungkin adalah sesuatu yang justru didorong oleh pemerintah.
Well, bila kita meminjam pandangan studi tentang Romawi kuno, ada kemungkinan hal tersebut sebenarnya merupakan bagian propaganda yang disebut bread and games, atau roti dan permainan. Teknik ini berangkat dari kebiasaan kaisar Romawi yang menilai bahwa rakyat sebetulnya tidak perlu diberikan kebebasan berpolitik, karena mereka bisa dipuaskan hanya dengan diberikan makanan dan permainan.
Nah, sebuah pemerintah yang menerapkan taktik bread and games melihat bahwa kesenangan yang ditawarkan melalui permainan seperti perjudian mampu menjadi distraksi publik atas isu-isu lain. Oleh karena itu, probabilitas permainan seperti judi yang begitu adiktif sebagai sesuatu yang dijaga pemerintah sebetulnya sangat tinggi. Tentu, ini hanya interpretasi belaka, tapi tetap saja ini adalah hal yang menarik untuk kita jadikan perenungan.
Dengan pandangan yang demikian, pertanyaan besar kita adalah, apakah hal ini sebenarnya masih terjadi hingga sekarang? Well, melihat bagaimana judi mampu menawarkan profit yang tinggi serta manipulasi sosial yang besar, dugaan ini masih layak melayang-layang di benak pikiran kita.
Lantas, dengan fakta bahwa judi adalah kebiasaan yang sudah begitu mengakar di Indonesia, mampukah Budi Arie menyelesaikan permasalahan judi di Indonesia?
Satu fenomena menarik yang muncul setelah Menkominfo Budi membahas tentang maraknya judi di Indonesia adalah ia terkesan melempar beban perjudian ke negara-negara tetangga kita di Asia Tenggara.
Ia bahkan menyebutkan bahwa besar dugaannya situs-situs judi online yang ramai dimainkan warga Indonesia merupakan situs buatan negara asing yang melegalkan praktik judi, bukan dari Indonesia, karena negara kita sudah tegas melarang perjudian. Tidak heran bila publik kemudian mengkritisi pernyataan Budi ini, karena ia terkesan terlalu menyederhanakan persoalan judi yang sedari dulu sudah marak di negara kita.
Well, sebelum Budi muncul, persoalan judi yang begitu masif di Indonesia sudah dicoba diselesaikan oleh pihak kepolisian melalui kasus Konsorsium 303, di mana nama mantan perwira tinggi Polri, yakni Ferdy Sambo, disebut menjadi pemimpinnya.
Namun, sesuai perkembangannya, meskipun misi besar tersebut terlihat mulia dan ambisius, keseriusan aparat dalam mengusut tuntas “gembong judi” Indonesia itu dihujani kritik lantaran dinilai hanya meringkus bandar-bandar judi kelas teri, seperti yang diungkap Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso. Sementara itu, bandar-bandar kelas kakap disebut sudah lari duluan, dan beberapa bahkan “tidak tersentuh”.
Hal ini tentu membawa kita kembali ke niatan Menkominfo Budi yang menyebut akan menyelesaikan persoalan judi di Indonesia. Kalau pihak kepolisian saja tampak terkendala untuk menuntaskan hal ini, bagaimana kemudian dengan seorang Menkominfo? Bisa jadi, misi itu adalah hal yang terlalu sulit untuk diselesaikan hanya oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) semata.
Tidak heran bila kemudian Budi melempar persoalan judi di Indonesia kepada negara-negara asing, karena bisa jadi ia pun menyadari bahwa masalah judi di Indonesia saat ini terlalu besar untuk ditaklukkan.
Sebagai perenungan akhir, mungkin kita bisa kembali berkaca pada kasus Cinta Mega yang tertuduh bermain judi online saat rapat. Kalau memang ia bisa dibuktikan berjudi, maka itu menjadi pesan kuat bahwa perjudian adalah sesuatu yang bisa dilumrahkan bila yang memainkannya memiliki kekuasaan.
Masalahnya, Cinta hanyalah seorang anggota DPRD, tentu pertanyaan kita adalah bagaimana dengan orang-orang lain yang lebih besar. Kembali lagi ke persoalan bread and games, bisa saja judi selama ini masih dianggap sebagai hiburan yang lumrah bagi mereka.
Pada akhirnya, besar harapannya wabah judi di Indonesia bisa benar-benar teratasi. Mungkin, di masa mendatang kita membutuhkan seorang pemimpin yang betul-betul punya solusi jelas untuk mengatasi persoalan ini. (D74)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sidang lanjutan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J) pekan lalu mengungkapkan sejumlah pengakuan. Terutama dari terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Paket terdakwa pasangan suami isteri tersebut, untuk pertama kalinya dihadapkan kepada Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak, ayah dan ibu kandung Brigadir J.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan Selasa (1/11/2022) pekan lalu menghadirkan 11 anggota keluarga Brigadir J sebagai saksi dari pihak korban. Pengacara Kamaruddin Simanjuntak juga turut dihadirkan sebagai saksi pelapor dalam persidangan itu. Bukan cuma Ferdy Sambo, dan Putri Candrawathi, sejumlah pengakuan juga disampaikan para terdakwa, dan saksi-saksi lain dalam persidangan.
Berikut adalah sejumlah pengakuan-pengakuan dari Ferdy Sambo, dan Putri Candrawathi sebagai terdakwa, dan dalang utama pembunuhan berencana yang terjadi di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga 46, Jumat (8/7/2022) lalu itu. Juga sejumlah fakta-fakta yang terungkap dari pengakuan para terdakwa lainnya, dan kesaksian para saksi-saksi yang dihadirkan ke persidangan.
Baca juga : Menghitung Peluang Erick Thohir Sebagai Cawapres
1. Pengakuan bersalah atas peristiwa pembunuhan Brigadir J
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (9/8/2022) Ferdy Sambo tercatat sudah tiga kali menyampaikan maaf atas peristiwa pembunuhan Brigadir J. Tetapi, pada Selasa (1/11/2022) untuk pertama kalinya, mantan Kadiv Propam Polri itu, menyampaikan maaf langsung kepada kedua orang tua Brigadir J. Permohonan maaf itu terjadi ketika Samuel, dan Rosti, berhadap-hadapan dengan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di muka majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (1/11/2022),
Ferdy Sambo mengaku turut berduka. Turut memahami sikap batin, dan rasa kehilangan yang dialami kedua orang tua, dan seluruh keluarga atas kematian Brigadir J. “Saya sangat memahami perasaan bapak dan ibu. Saya mohon maaf atas apa yang telah diperbuat,” begitu kata Ferdy Sambo. Tetapi permohonan maaf itu, Ferdy Sambo tak ada mengucap maaf atas perannya yang turut melakukan penembakan terhadap Brigadir J.
Akan tetapi, permohonan Ferdy Sambo itu cuma seputar maaf atas peristiwa pembunuhan Brigadir J. Bukan terkait dengan perannya sebagai pelaku pembunuhan Brigadir J. “Saya sangat menyesal, saat itu saya tidak mampu mengontrol emosi dan tidak jernih mengambil tindakan,” kata Ferdy Sambo. Permohonan maafnya itu, pun juga tetap mempertahankan pembenaran atas kemarahannya yang berujung pada pembunuhan Brigadir J. Sebab dikatakan dia pembunuhan Brigadir J bermula dari Brigadir J yang diduga melakukan perbuatan keji terhadap Putri Candrawathi.
Baca juga : Jokowi Beri Anugerah Gelar Pahlawan Nasional ke 5 Tokoh
2. Ferdy Sambo mengaku siap untuk membuktikan dugaan perbuatan asusila Brigadir J terhadap Putri Candrawathi
“Lewat persidangan ini, saya ingin menyampaikan bahwa peristiwa yang terjadi adalah akibat dari kemarahan saya, atas perbuatan anak bapak (Brigadir J), kepada isteri saya,” begitu kata Ferdy Sambo. Ferdy Sambo tak mengungkapkan tindakan apa yang dilakukan Brigadir J terhadap isterinya, Putri Candrawathi yang membuatnya harus membunuh. Namun selama ini, motif yang disampaikan para tim pengacaranya, pembunuhan tersebut berawal dari dugaan terjadinya pelecehan, dan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi di Magelang, Kamis (7/7/2022).
“Itu yang harus saya sampaikan. Dan nanti akan dibuktikan di persidangan,” ujar Ferdy Sambo. Meskipun menyampaikan cerita tentang dugaan kekerasan seksual itu. Namun begitu, pecatan Polri itu mengaku siap mempertanggungjawabkan semua konsekuensi. Pun siap menjalani hukuman karena atas perintahnya yang merampas nyawa Brigadir J. “Saya yakini bahwa saya telah berbuat salah. Dan saya akan bertanggungjawab secara hukum,” begitu ucap Ferdy Sambo.
TRIBUNMURIA.COM, JAKARTA - Irjen Ferdy Sambo, diduga terkait tata kelola bisnis judi atau 303 dan sabu-sabu.
Dugaan ini juga diungkap kuasa hukum almarhum Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamarudin Simanjuntak.
Seiring hal itu, data harta kekayaan Irjen Ferdy Sambo atau FS tak terlacak di LHKPN KPK.
Diketahui, data harta kekayaan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Ferdy Sambo, tidak tercatat di situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Jejak Karier Ferdy Sambo, Pernah Jadi Kapolres Purbalingga dan Kapolres Brebes di Jawa Tengah
Padahal, sebagai pejabat negara, harusnya Irjen Ferdy Sambo, melaporkan harta kekayaannya ke LHKPN KPK.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com di laman elhkpn.kpk.go.id, ketika menuliskan nama Ferdy Sambo dan institusi Polri, tidak ditemukan laporan kekayaan jenderal bintang dua tersebut.
Sementara, saat menuliskan nama pejabat Polri lain seperti Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono muncul laporan harta kekayaan periode 2019, 2020, dan 2021.
Saat mencari harta kekayaan jenderal bintang dua yang pangkatnya setara dengan Sambo, misalnya Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran ditemukan laporan harta kekayaan tahun 2020.
Aturannya, setiap penyelenggara maupun pejabat publik diwajibkan melaporkan harta kekayaannya secara berkala ke LHKPN KPK.
Tanggapan KPK soal LHKPN Sambo
Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati, mengatakan pihaknya telah menerima LHKPN atas nama Ferdy Sambo tahun 2021.
Namun, Sambo mesti melengkapi dokumen yang dilaporkan.
“Sehingga, sampai hari ini belum dapat dipublikasikan di situs eLHKPN,” kata Ipi dalam pesan tertulisnya kepada wartawan, Rabu (10/8/2022).
Ipi mengatakan pihaknya telah menyampaikan hasil verifikasi dan beberapa dokumen yang harus dilengkapi Sambo.
JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo membantah keterlibatan Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih dalam praktik peredaran narkoba dan judi online.
Hal itu disampaikan Sambo selaku mantan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Satgasus Merah Putih menanggapi kesaksian Kamaruddin Simanjuntak dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022).
Adapun Kamaruddin dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi untuk memberikan keterangan dalam sidang terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
"Terkait laporan yang diinformasikan, saya perlu luruskan bahwa saya tidak pernah melibatkan institusi dalam kejadian ini, tetapi pribadi saya karena sudah terjadi," kata Sambo.
"Saya selaku Kasatgas ini, (tidak ada) terlibat narkoba, judi online, tidak ada, justru saya memberantas," ucap dia.
Baca juga: Sambo Berkeras Motif Habisi Brigadir J Karena Istri Dilecehkan, Pakar: Harus Dibuktikan, Bukan Imajinasi
Sambo pun membantah keterangan pengacara keluarga Brigadir Yosua yang menuding ada keberpihakan penyidik di kepolisian.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) itu menyatakan, jika penyidik berpihak, ia dan istrinya tidak mungkin menjadi terdakwa.
"Terkait dengan penyidik berpihak kepada saya ini juga saya sanggah, karena kalau penyidik berpihak kepada saya dan istri, saya tidak mungkin ada di sini," kata Sambo.
Tidak hanya itu, Sambo menyatakan bahwa tidak ada perlakuan khusus terhadap satu ajudan.
Menurut eks polisi dengan pangkat terakhir Jenderal bintang dua itu, semua ajudan diperlakukan sama.
"Tidak ada kekhususan pada seluruh ajudan kami, kami perlakukan semua sama, kamar satu itu untuk berdua, karena rumah kami tidak cukup untuk menampung semua ajudan yang ada," kata dia.
Adapun dalam persidangan itu, Kamaruddin Simanjuntak mengungkapkan adanya dugaan judi online saat melakukan investigasi kasus kematian Brigadir J.
Baca juga: Sambo Bersikeras Motif Habisi Yosua karena Istri Dilecehkan, Ahli: Tak Dapat Menghapus Hukuman
Kamaruddin pun meminta Presiden Joko Widodo ikut mengusut dugaan judi online tersebut. Sebab, berdasarkan informasi yang ia miliki, judi online itu merupakan perkara besar yang harus diinvestigasi.
"Saat saya investigasi ini, ada informasi besar lainnya, ada judi online dan lain-lain," ungkap Kamaruddin dalam persidangan, Selasa.
Mendengar keterangan itu, Jakim ketua Wahyu Iman Santosa kemudian memotong kesaksian Kamaruddin.
Hakim Wahyu meminta Kamaruddin untuk fokus dalam memberikan keterangan terkait kasus pembunuhan Brigadir J.
"Setop, ini perkara 338 (pembunuhan), 340 (pembunuhan berencana). Saudara bicara lain, saya akan hentikan," kata hakim Wahyu.
Dalam kasus ini, Sambo dan Putri didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Richard Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf.
Kelimanya didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP.
Baca juga: Saat Ferdy Sambo Ngotot di Depan Orangtua Brigadir J soal Motif Habisi Sang Ajudan...
Khusus Sambo, jaksa juga mendakwa mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu menghalangi penyidikan atau obstruction of justice dalam perkara tersebut.
Sambo didakwa melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Jo Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, atau diancam dengan pidana dalam Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
TIM Khusus (Timsus) Polri diminta menjelaskan keterlibatan serta peran RBT dan Yoga Susilo dalam kasus Ferdy Sambo dan Konsorsium 303. Menyusul terungkapnya pemakaian private Jet oleh Brigjen Hendra Kurniawan dalam temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait uang Rp155 triliun dari judi online.
"Pasalnya, Brigjen Pol Hendra Kurniawan diketahui pada tanggal 11 Juli 2022, diperintah atasannya Irjen Ferdy Sambo, yang saat itu Kadiv Propam Mabes Polri ke Jambi menemui keluarga Briptu Josua (Brigadir J) guna memberikan penjelasan atas kematian ajudannya tersebut," kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis, Senin (19/9/2022).
Sugeng mengatakan penggunaan private jet itu dilakukan eks Karo Paminal Divpropam Polri Brigjen Hendra Kurniawan bersama-sama dengan Kombes Agus Nurpatria, mantan Kaden A Ropaminal DivPropam Polri; Kombes Susanto, eks Kabag Gakkum Roprovost Divpropam Polri; AKP Rifaizal Samual, eks Kanit 1 SatReskrim Polres Metro Jakarta Selatan; Bripda Fernanda, Briptu Sigid Mukti Hanggono, eks Banit Den A Ropaminal Divpropam Polri; Briptu Putu dan Briptu Mika. Private jet itu disebut-sebut milik seorang mafia berinisial RBT.
IPW mencium aroma amis keterlibatan RBT dan Yoga Susilo dalam kasus Sambo dan Konsorsium 303. Lantaran, selain RBT, nama Yoga Susilo, Direktur Utama PT Pakarti Putra Sang Fajar muncul dalam struktur organisasi Kaisar Sambo dan Konsorsium 303, sebagai Bos Konsorsium Judi Wilayah Jakarta.
Dalam catatan IPW, RBT alias Bong alias Robert Prianto Binosusatya adalah Ketua Konsorsium Judi Online Indonesia yang bermarkas di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan, yang hanya berjarak 200 meter dari Mabes Polri. Almarhum Ketua Presidium IPW Neta S Pane pada Juli 2020 disebut pernah meminta kepada Tim Satgassus Merah Putih Polri untuk segera membubarkan judi online guna menjaga maruah Merah Putih.
Kala itu, kata Sugeng, Neta menyebut Satgassus Merah Putih sigap memburu bandar narkoba, tapi impoten dalam memberangus bandar judi online. Dia menilai apa yang dikatakan Neta itu benar. Terbukti, Konsorsium Judi Online selama ini dilindungi oleh Satgas Merah Putih.
"Sebab, Robert Prianto Binosusatya adalah Direktur Utama PT Robust Buana Tunggal. Satu afiliasi dengan PT MMS Group Indonesia, PT Mahaguna Bara Sukses, PT Graha Cipta Pesona Indah, dan PT Pakarti Putra Sang Fajar," bener Sugeng.
IPW mengidentifikasi jenis private jet yang dipakai Brigjen Hendra Kurniawan dan rombongan ketika terbang ke Jambi pada Senin, 11 Juli 2022, yakni tipe Jet T7-JAB. Private jet T7-JAB diketahui sering dipakai oleh Andrew Hidayat Bos PT MMS Group Indonesia, yang juga mantan narapidana kasus korupsi dan Yoga Susilo, Direktur Utama PT Pakarti Putra Sang Fajar dalam penerbangan bisnis Jakarta-Bali.
"Seperti diketahui, Andrew Hidayat dan Yoga Susilo adalah pemilik Hotel Pullman Bali," ucap Sugeng.
Maka itu, dia meminta timsus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menelusuri hubungan tali temali antara Kaisar Sambo, dana judi online sebesar Rp155 triliun milik Konsorsium 303, dengan RBT dan Yoga Susilo. Utamamya dalam kaitan pemberian dukungan kepada pencalonan presiden (capres) tertentu pada 2024 di mana Irjen Ferdy Sambo ingin menjadi Kapolrinya.
Menurut IPW, tak ada alasan bagi Timsus Polri atau Bareskrim Polri untuk tidak memproses hukum judi online kelompok Konsorsium 303 dengan transaksi sebesar Rp155 Triliun yang sudah dijejaki PPATK. Termasuk, memeriksa RBT dan Yoga Susilo dalam kedudukannya sebagai terduga tokoh bandar judi besar online.
"Utamanya, saat Polri melakukan bersih-bersih di internalnya, aliran dana dari judi online yang masuk ke anggota-anggota Polri harus dibongkar secara terang benderang," kata Sugeng.
IPW juga mengimbau Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk serius memerintahkan Kapolri memproses hukum temuan aliran dana Rp155 Triliun dari judi online. Sekaligus, membongkar peran Irjen Ferdy Sambo saat menjadi Kasatgassus Merah Putih serta penerimaan gratifikasi fasilitas penggunaan privat jet oleh Brigjen Hendra Kurniawan dan rombongan.
"Karenanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus memeriksa terkait gratifikasi pesawat jet," tutur dia. (OL-13)
Baca Juga : Opini Masyarakat Minta Polri Mereformasi Diri usai Skandal Irjen FS ...
Persoalan praktik judi di Indonesia sudah lama menjadi penyakit yang sulit disembuhkan. Mengapa bisa demikian?
Melalui film-film Hollywood, kita kerap dikenalkan pada sebuah kota “surga dunia” di Amerika Serikat (AS), bernama Las Vegas. Indahnya kota tersebut selalu digambarkan melalui terangnya lampu-lampu yang dipijarkan gedung-gedung kasino megah. Yess, gedung-gedung yang diisi serangkai permainan judi bertaruhkan hadiah bernilai jutaan dan bahkan miliaran dollar.
Meskipun judi adalah permainan yang diizinkan dan sangat digemari dalam beberapa negara di dunia, di negara kita judi menjadi hal yang ilegal sekaligus dipandang begitu negatif melalui pandangan sosial. Kendati demikian, ironisnya tindak perjudian justru sangat sering terjadi di negara kita.
Maraknya tindak perjudian itu sampai disoroti oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, yang menyebut upaya untuk memberantasnya ibarat sebuah perjuangan melawan hantu: selalu dieksekusi tapi juga selalu muncul yang baru. Spesifiknya, walaupun sudah ada 846.047 konten judi online yang ditutup aksesnya sejak 2018, situs-situs judi online tetap saja bermunculan dan dimainkan oleh sejumlah warga Indonesia.
Tidak hanya itu, kekhawatiran akan normalisasi tindak perjudian belakangan juga disoroti setelah viralnya tangkapan media terhadap Cinta Mega, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP yang diduga bermain aplikasi slot judi saat menghadiri sebuah rapat.
Fenomena-fenomena ini lantas memancing pertanyaan yang begitu besar di tengah masyarakat. Kenapa tindakan yang katanya ilegal dan taboo tersebut bisa dimainkan dengan begitu marak oleh orang-orang Indonesia?
Ini juga menarik untuk kita telusuri, utamanya karena beberapa waktu sebelumnya, sempat ramai pergunjingan kasus Ferdi Sambo dan isu “Konsorsium 303” yang disebut berkaitan dengan para bandar judi. Kaitan dunia judi dengan aparat penegak hukum ini lagi-lagi membuat pelik persoalan ini.
Tentu pertanyaannya adalah bagaimana kaitannya dengan ambisi Budi Arie sebagai Menkominfo untuk memberantas judi itu sendiri secara keseluruhan? Mungkinkah ia berhasil melakukannya?